Nafsu Gairah Anak Tukang Kebun Yang Beruntung Mendapatkan Tubuh Bohay Cewek Panggilan Atasannya

Posted on

Fiona, seorang model dan artis papan bawah, yaitu yang biasa kebagian hanya sebagai peran pendukung, namun di usianya yang masih muda, 25 tahun, dia sudah menempati sebuah rumah yang terbilang mewah di sebuah kompleks elite dan sebuah mobil BMW sudah dimilikinya.

Kalau cuma mengandalkan gajinya saja belum tentu dia memiliki semua itu, tidak lain dia dengan menjadi ‘peliharaan’ seorang pejabat pemerintahan yang kaya dan berkuasa yang usianya lebih pantas menjadi ayahnya. Dengan kecantikannya, rambut panjang sedada, tubuh jangkung (172cm) dengan kulit putih mulus, dan wajah Indonya yang mempesona dia menundukkan Pak Michdan, 54 tahun, dalam sebuah jamuan makan malam.

Pak Michdan walau sudah berkeluarga hubungannya dengan istrinya hanyalah sebagai formalitas, sama seperti dirinya, istrinya pun suka selingkuh sana-sini sebagai dampak dari kehampaan hidup di tengah gelimang kemewahan, anak tunggal mereka yang sekolah di luar negeri juga terkenal akan keplayboyannya. Tiga bulan setelah pertemuan mereka, Pak Michdan resmi mengangkat Fiona sebagai simpanannya.

Sebagai wanita simpanan, tugas Fiona sebagian besar adalah memenuhi kebutuhan biologis Pak Michdan yang hobbynya melalap gadis-gadis muda seusianya. Pak Michdan memang nafsu seksnya menggebu-gebu, namun staminanya yang telah dimakan usia tidak mengimbanginya, seringkali Fiona merasa kurang puas, tapi dia tidak enak mengatakannya terus terang.

Libidonya yang cukup tinggi yang belum sepenuhnya terpuaskan oleh Pak Dahlan melibatkannya dalam beberapa affair dengan oknum-oknum tertentu dalam lingkungan kerjanya seperti sutradara, fotografer, dan produser. Suatu hari Pak Michdan sedang pergi ke luar negeri untuk urusan dinas sehingga meninggalkan Fiona selama dua mingguan.

Di saat yang sama Fiona menerima pinjaman sebuah DVD porno dari salah seorang temannya. Alih-alih sedang sepi sedang tidak ada job dan Pak Michdan sedang tidak ada, Fiona menyetel DVD itu di kamarnya. Di film itu dia melihat seorang wanita Asia yang cantik dan berwajah innocent sedang digauli tiga orang pria negro bertampang sangar.

Wanita itu mula-mula menolak tapi lama-lama dia terlihat semakin menikmati digangbang tiga ‘gorila’ itu. Dengan agresifnya dia melayani ketiga penis hitam, panjang, dan berurat itu. Hingga akhirnya sperma ketiga pria itu muncrat membasahinya luar dan dalam, wanita itu bahkan menelan sperma para lelaki itu dan menjilati yang tercecer di badannya.

Tontonan itu membuat jantungnya berdebar-debar, dia sampai orgasme sekali karena mengelus-elus kemaluannya. Dia mulai membayangkan bagaimana rasanya bersetubuh dengan orang-orang kasar dan lower class. Sepertinya ada sensasi lain yang timbul dari hubungan seperti itu karena dia merasa jenuh dengan kehidupan seks yang begitu-begitu saja.

Pemikiran seperti itulah yang mengubah perilaku seksualnya, dia membayangkan sebuah penis hitam panjang menyetubuhinya dan tangan-tangan kasar menggerayangi tubuhnya. Dia menuju ke jendela, dan melihat ke bawah dari kamarnya di lantai dua, diperhatikannya Pak Misno, tukang kebunnya yang berusia 43 tahun sedang membersihkan mobil di halaman depan.

Pria itu mengelapi mobil dengan tangannya yang kokoh berurat, keringatnya terlihat membasahi dahinya, sesekali dia menyeka keringat itu dengan tangannya. Sungguh obsesi itu makin menggodanya membuat jantungnya berdetak makin cepat. Di rumah itu, selain Pak Misno, masih ada juga Mbak Jum, pembantu rumah tangganya.

Dia masih mempertimbangkan kalau-kalau perempuan setengah baya itu mengetahui kalau dia membuat skandal. Sambil merenunginya, Fiona tiduran telentang di ranjang spring-bednya, tangannya mengelus-elus vaginanya sambil terus membayangkan hasrat liarnya, sampai akhirnya dia tertidur tanpa memakai celana.

Bangun-bangun langit sudah menguning dan jam sudah menunjukkan pukul 5.15 sore. Fantasi liar itu masih saja membayanginya. Dia memikirkan beberapa saat tentang niatnya itu, akhirnya dia membulatkan tekad untuk menjalankan fantasinya itu. Fionapun melepas seluruh pakaiannya lalu melilitkan handuk kuning ke tubuhnya. Dipanggilnya Pak Misno melalui intercom yang mengarah ke ruang belakang yang ditempati pembantu.

“Pak Misno, tolong kesini sebentar, kran air disini macet nih keliatannya !”
Sebentar kemudian sudah terdengar ketukan di pintu, dengan dada makin berdebar-debar, Fiona membukakan pintu kamarnya. Muka Pak Misno langsung memerah bercampur gugup melihat penampilan seksi majikannya itu, paha jenjang yang putih mulus itu sungguh membuatnya menelan liur, belum lagi tonjolan dadanya yang membusung itu.

“Ayo Pak, sini, tolong diliat krannya ada yang ga beres !” sahutnya seraya menarik lengan Pak Misno yang berotot itu dan mengajaknya ke kamar mandi. Fiona sebisa mungkin bersikap normal walau gairahnya meningkat, agar tidak memberi kesan murahan pada tukang kebunnya itu.

Sementara Pak Misno terlihat salah tingkah dan matanya sesekali mencuri pandang tubuh Fiona yang indah itu, ingin sekali dia melihat di balik handuk itu, batang kemaluannya menggeliat karenanya.Di kamar mandi mewah yang ada TV-nya itu, Fiona duduk di mulut bathtub dan menyilangkan kakinya sehingga paha mulusnya semakin menampakkan keindahannya pada pria berkumis itu.

“Ini Pak, kran buat bathtubnya ga jalan, ga tau kenapa nih !” katanya
“Bisa kok Bu, ga ada yang macet !” kata pria itu setelah memutar kran dan airnya mengalir
“Ooohh…ya udah, soalnya tadi saya puter-puter berapa kali airnya ga keluar melulu sih, makasih ya Pak !” katanya seraya bangkit berdiri mau mengantarkan Pak Misno ke pintu.

Fiona yang berjalan duluan ke arah pintu dikejutkan oleh tarikan dari belakang yang menyebabkan handuk yang melilit tubuhnya terlepas. Dia terkejut dan secara refleks menutupi bagian dada dan selangkannya dengan kedua tangan.
“Aww…kurang ajar, apa-apaan nih !” jeritnya pura-pura marah pada Pak Misno

Namun Pak Misno dengan cekatan segera menangkap kedua lengan Fiona lalu diangkat ke atas dan dikunci pergelangannya dengan telapak tangannya yang besar dan kokoh, selain itu pria itu juga memepet Fiona hingga punggungnya menempel ke tembok dekat pintu kamar mandi. Nafsu Pak Misno yang sudah lama tidak bertemu dengan istrinya di kampung mendorongnya untuk bertindak lebih dulu sebelum Fiona memulai.

“Aahh, Ibu ini malu-malu, saya tau kok Ibu sengaja ngegodain saya, lagian emang daridulu saya udah kepengen nyicipin Ibu kok, hehehe !” Pak Misno ketawa dekat wajah Fiona.

Mata pria itu seperti mau copot memperhatikan tubuh telanjang Fiona yang sempurna, putih mulus tak bercacat, buah dadanya kencang dan montok dengan perut rata, pada pangkal pahanya nampak rambut-rambut hitam yang lebat menutupi daerah itu.

Fiona sendiri mulai merasa seksi dan terangsang memamerkan tubuh telanjangnya di depan tukang kebunnya itu.
“Pak…enngghh !” desahnya ketika Pak Misno meremas payudara kanannya
“Gini kan yang Ibu mau, mumpung Bapak nggak ada !” katanya dekat telinga Fiona sehingga dengus nafasnya meniup telinga dan tenguknya dan menaikkan gairah Fiona.

“Lepaskan, Pak…eemm !” kata-kata Fiona tidak sempat terselesaikan karena Pak Misno keburu melumat bibir tipisnya dengan bibirnya yang tebal.

Rontaan Fiona, yang pada dasarnya hanya pura-pura itu melemah karena birahinya yang makin meninggi. Ketika Pak Misno melepas kuncian pada kedua pergelangannya, dia serta merta melingkarkan lengannya ke leher pria itu sambil membalas ciumannya dengan panas, lidah mereka beradu, saling belit dan saling jilat.

Tangan Pak Misno bergerak ke belakang mengelus punggung, terus turun meremas bongkahan pantatnya. Sementara nafas mereka sudah memburu dan terasa hembusannya pada wajah masing-masing. Puting Fiona yang berwarna kemerahan mengeras akibat gesekan-gesekan jari Pak Misno.

Dia semakin terangsang, tanpa menghiraukan bau keringat dan mulut Pak Misno dia mencumbu pria itu dengan penuh gairah. Mulut Pak Misno kini mulai turun ke dagunya, lalu menurun lagi hingga badannya membungkuk dan berhenti di payudara kirinya. Puting itu dikenyotnya dengan gemas, dihisap dan sesekali digigit-gigit kecil sehingga Fiona makin mendesah.
“Sshhh…ahh…jangan Pak !” desahnya.

Penolakan yang tidak sunggu-sungguh itu malah memicu Pak Misno untuk mempergencar serangan-serangan erotisnya.
“Ohhh…eengghh !” lenguh Fiona panjang dengan tubuh bergetar saat dirasakannya telapak tangan kasar itu menyentuh daerah kewanitaannya.

Pak Misno memainkan jari-jarinya pada bibir vagina majikannya itu membuat daerah itu basah. Fiona tersentak, tubuhnya serasa kesetrum ketika jari tukang kebunnya telah masuk lebih dalam dan menyentuh klitorisnya. Tubuhnya seolah kehilangan tenaga, hanya bisa bersandar ke dinding dan pasrah atas perlakuan Pak Misno.

Ciuman Pak Misno kini merambat turun hingga dia berjongkok dan wajahnya tepat di depan kemaluan Fiona. Dia diam mematung dan pasrah saja saat mulut tukang kebunnya menyentuh kemaluannya yang berbulu lebat. Lidah Pak Misno menyentuh bibir kemaluannya, sehingga tubuhnya bergetar, tanpa sadar Fiona juga menempelkan kemaluannya itu makin dekat ke mulut Pak Misno.

Pak Misno menyedot-nyedot vagina Fiona dengan nikmatnya, lidahnya menyusup masuk mengais-ngais bagian dalam kemaluannya, sementara tangannya sibuk mengelusi paha mulus dan pantatnya yang bulat. Fiona menahan nikmat sambil menggigit bibir dan meremasi rambut Pak Misno.

Lidah hangat itu memain-mainkan klitorisnya sehingga rangsangan dari sana merambat ke seluruh tubuh Fiona membuat tubuhnya bergetar. Terbesit perasaan malu mengingat perbedaan status mereka yang demikian kontras, namun nafsu mengalahkannya, dia sudah tidak peduli pada semua itu, toh dirinya juga sudah sering melakukannya, ini hanya sekedar variasi dari kehidupan seksualnya.

Fiona kini menaikan satu kakinya ke pundak Pak Misno dan menikmati permainan lidahnya yang lihai. Sekitar sepuluh menitan Pak Misno mengerjai kemaluannya hingga tubuhnya mengejang dan vaginanya mengeluarkan cairan orgasme. Pak Misno masih menjilati vagina Fiona, cairan itu dia jilati dengan lahap.

Puas melahap vagina majikannya, Pak Misno bangkit berdiri dan melepaskan pakaiannya satu-persatu. Fiona menatapi tubuhnya yang berotot dengan kulit sawo matang itu, terlebih ketika Pak Misno melepaskan celana dalamnya, mata Fiona terpaku pada penis yang telah menegang sebesar pisang ambon itu. Pak Misno meraih tangan Fiona dan menggenggamkannya pada penisnya.

“Gimana Bu, gede kan, gimana dibanding sama punya Bapak ?”
Tanpa diperintah Fiona berlutut sehingga penis itu menodong ke wajahnya, benda itu terasa keras sekali dan sedikit berdenyut-denyut. Tanpa malu-malu lagi, Fiona mulai menjilati penis yang digenggamnya itu, buah zakar hingga ujung penisnya tak luput dari sapuan lidahnya, sesekali benda itu dibelai dengan pipinya sampai pemiliknya melenguh keenakan.

Setelah batang itu basah dan mencapai ketegangan maksimal, dia mulai menjilati dan mencium bagian kepalanya yang seperti jamur itu, kemudian dia membuka mulutnya dan memasukkan batang itu hingga mentok, itupun tidak masuk seluruhnya karena terlalu besar untuk mulut Fiona yang mungil.

Kepalanya maju-mundur mengemut penis hitam besar itu sambil tangan satunya memijati payudaranya sendiri. Sebelum mencapai klimaks, Pak Misno menyuruh majikannya berhenti dan mengangkat tubuhnya hingga berdiri.
“Nanti aja Bu, jangan buru-buru, ntar kurang kerasa enaknya !” katanya

“Kita main di bak aja yah Pak, airnya udah penuh tuh !” ajak Fiona melihat ke arah bathtub yang airnya sudah mulai meluap.Fioana pun lalu berjalan ke arah bathtub, diambilnya sabun cair dari pinggir bak, ditumpahkan sedikit lalu diaduknya air itu dengan tangannya hingga berbusa.

Keduanya pun masuk ke bathtub itu, bagi Pak Misno ini pertama kalinya dia merasakan mandi di kamar mandi mewah itu bersama wanita secantik Fiona. Fiona duduk dan menyandarkan punggungnya pada tubuh Pak Misno yang mendekapnya dari belakang. Pak Misno lalu mengguyur wajah dan rambut majikannya itu dengan air hingga basah.

“Saya udah suka sama Ibu dari pertama ketemu dulu, apalagi kalau ngeliat Ibu di majalah atau di tivi, enak yah Bu jadi orang terkenal gini ?” kata Pak Misno sambil membelai rambut panjang Fiona.

“Ah, Bapak kan cuma liat dari luarnya aja, sebenernya dunia saya ini ga seindah itu kok Pak, bisa dibilang munafik, kita ngapain aja harus jaga imej, susah jadi diri sendiri, hidup emang ga ada yang kurang, tapi masih belum happy, yah tapi ginilah Pak kalau kerja begini, mau gimana lagi !” jawab Fiona menghembuskan nafas panjang.

“Ssshhh…!” desisnya lirih ketika tangan Pak Misno membelai payudaranya di bawah air sana
“Bu, Ibu pertama kali ngentot kapan sih ?” tanya Pak Misno lagi.

Fiona terdiam, teringat kembali mimpi buruknya dimasa lalu ketika masih SMA, keperawanannya direnggut seorang pria teman sekolahnya yang lalu memutuskannya tak lama setelahnya dan belakangan ketahuan bahwa pria itu memakai dirinya untuk taruhan dengan teman-temannya tentang berhasil tidaknya mengambil keperawanan dirinya.

“Pak, tolong jangan ungkit masalah pribadi yah, saya ga suka” ucapnya dengan nada serius seraya menarik wajah Pak Misno dan mencium bibirnya untuk mengalihkan pembicaraan itu.

Pria itu membalas ciuman majikannya dengan ganas pula sambil meremas-remas payudaranya. Fiona menggenggam penis Pak Misno yang telah mengeras di bawah air sana, memegangnya saja Fiona sudah nafsu karena keras dan tonjolan urat-uratnya terasa di tangannya. Dikocoknya batang itu sebentar sebelum diarahkan ke vaginanya.

“Sshhh…eemmm…eenggh !” desahnya ketika batang itu melesak ke dalam vaginanya.
Pak Misno pun sama-sama mendesah merasakan himpitan dinding vagina Fiona pada kemaluannya. Mulailah Fiona menaik-turunkan tubuhnya, dengan posisi demikian penis itu lebih terasa tusukannya. Sambil menikmati genjotan, lidah Pak Misno berpindah-pindah pada telinga, leher, dan pundak Fiona.

“Ssshh…oohh terus Bu !” Pak Misno menggeram, tangannya yang kokoh terus memijati payudara majikannya.
Goyangan mereka makin liar, terlihat dari air yang makin beriak, demikian halnya dengan desahan mereka yang makin menceracau.

Fiona makin menekan-nekan tubuhnya seiring dengan orgasmenya yang hampir tiba. Klentitnya makin bergesekan dengan penis Pak Misno yang berurat itu sampai akhirnya dia tidak bisa menahan diri lagi, tubuhnya mengejang dalam pelukan tukang kebunnya.

“Aahhh…ahhh…saya keluar Pak !” erangnya mengekspresikan kenikmatan luar biasa yang didapatnya, kenikmatan berbeda yang tidak pernah dia dapatkan dari ‘suami’nya maupun teman-teman kencan lainnya.

Pak Misno masih belum menunjukkan tanda-tanda klimaks, dia masih bersemangat menggenjot Fiona. Mereka berganti posisi, sekarang Fiona duduk di bersandar bathtub itu sambil membuka kedua kakinya, tangannya berpegangan pada bibir kanan dan kiri bathtub.

Setelah memposisikan diri diantara kedua paha itu, kembali Pak Misno menusukkan senjatanya ke liang vagina Fiona. Pria itu maju-mundur sambil memegangi betis Fiona, sentakkan tubuhnya menciptakan ombak mini di bak itu. Gumaman dan desahan keluar dari mulut Fiona menikmati sodokan Pak Misno yang demikian nikmatnya. Terkadang Pak Misno menggerakkan pinggulnya sehingga penisnya bergerak seperti mengaduk vagina majikannya.

Genjotan-genjotan Pak Misno begitu dahsyat sampai Fiona mendesah sejadi-jadinya mencurahkan segala hasrat liar yang selama ini terpendam.Urat di kening dan tubuh pria itu semakin menonjol yang berarti nafsunya telah diubun-ubun. Tiba-tiba dia menusukkan penisnya lebih dalam sambil mendesah panjang, beberapa kali senjatanya menembak di dalam rahim Fiona.

Setelah itu frekuensi genjotannya makin turun dan turun hingga akhirnya dia menjatuhkan diri mendekap tubuh majikan cantiknya itu dengan penis masih menancap. Mereka berpelukan mesra menikmati momen-momen pasca orgasmenya, nafas mereka yang menderu-deru terasa hembusannya.

“Gimana Bu, puas ga ?” tanya Pak Misno
Dengan wajah memerah, Fiona mengaku ini adalah permainan ternikmatnya karena mengandung sensasi kasar dan liar yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Mendengar itu, Pak Misno juga tersenyum karena dapat memuaskan nyonya majikannya itu.

Mereka lalu mandi bersama, Pak Misno menggosok-gosok tubuh Fiona dengan telapak tangannya, sesekali dia remas lembut payudara dan putingnya. Pundak, leher dan punggungnya juga digosok dan dipijati. Fiona merem-merem keenakan dibuatnya.
“Eemmhh…enak Pak jadi rileks nih” katanya ketika tukang kebunnya itu mengkramas rambutnya disertai pijatan lembut.

Setelah memandikan majikannya, Pak Misno minta Fiona gantian memandikannya. Permintaan yang langsung diturutinya tanpa keberatan. Fiona memanjakan tukang kebunnya itu dengan pijatan-pijatan tangan halusnya, sesekali juga penisnya dikocok pelan.

Sungguh Pak Misno nyaris tidak mempercayai apa yang sedang dialaminya saat itu, mimpipun dia tidak pernah membayangkan bercinta dengan wanita secantik dan sekelas Fiona. Pelayanan yang didapat dari istrinya di kampung yang biasa-biasa saja jelas berbeda jauh dari yang satu ini. Fiona juga melakukan Thai massage yaitu dengan menggosok-gosokkan payudaranya ke punggung Pak Misno yang telah licin oleh sabun.

“Asyik Bu, iya terus gitu mijitnya !” katanya sambil menggerakkan tangan ke belakang meremas pantat Fiona.
Kemudian Fiona menjulurkan wajahnya di samping pria itu dan merekapun berciuman lagi..
“Udahan yuk Pak mandinya !” kata Fiona setelah merasa cukup berendam karena airnya sudah mulai mendingin.
Dia berdiri dan meyiram shower ke tubuhnya untuk membersihkan busa-busa sabun, kemudian dia keluar dari bak dan melap tubuhnya dengan handuk.

“Aww…!!” jeritnya terkejut karena tiba-tiba tubuhnya diangkat ketika sedang handukan. “Bapak nakal ih !” senyumnya nakal dalam gendongan Pak Misno.
Tubuh Fiona kemudian dibawanya keluar kamar mandi dan ditelentangkan di ranjang, dia sendiri naik ke atas tubuh wanita itu menindihnya.

“Boleh mulai sekarang saya panggil Ibu pake nama ?” tanyanya di dekat wajah Fiona.
“Boleh aja, tapi tolong kalau di depan orang lain jaga sikap yah”
Habis menjawab kembali bibirnya dilumat oleh Pak Misno, tangan kasarnya kembali menjelajahi tubuh mulusnya.

Ciuman itu mulai turun ke lehernya, sapuan lidahnya sempat terasa disana, kemudian pundak hingga ke payudaranya. Desahan keluar dari mulutnya ketika Pak Misno menyapukan lidahnya pada putingnya, pria itu juga mengenyoti payudaranya.
“Ahh…Pak…sakit !” rintihnya dengan mendorong kepala Pak Misno karena pria itu menggigit putingnya dengan gemas sehingga meninggalkan bekas memerah.

Namun rasa sakit itu tertutup dengan sensasi nikmat yang mulai kembali melandanya. Secara bergantian pria itu melumat kedua payudaranya sampai basah oleh ludahnya. Fiona merasakan penis Pak Misno sudah keras lagi saat bersentuhan dengan pahanya. Tak lama kemudian Pak Misno memasukkan lagi penisnya ke dalam vagina Fiona, dia menggenjotnya sambil menindih gadis itu.

Fiona benar-benar mengakui kehebatan tukang kebunnya ini, betapa tidak, tadi di kamar mandi baru saja orgasme tapi sekarang sudah siap tempur lagi. Pria itu mampu membuatnya melayang lebih tinggi, tidak seperti ‘suami’nya yang tidak bisa memuaskannya secara penuh.

Hubungan terlarang itu tetap berlanjut hari-hari berikutnya. Dua hari setelah kejadian itu Fiona memberhentikan Mbak Jum agar bisa lebih leluasa melakukan kegilaannya. Fiona bahkan ingin mencoba berhubungan dengan orang-orang lower class lainnya yang baginya memberi sensasi tersendiri.